BERITA POLRI INVESTIGASI | JABAR, – Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Zaytun yang terletak di desa Mekar Jaya, kecamatan Gantar, kabupaten Indramayu, provinsi Jawa Barat jadi sorotan publik lantaran unggahan @kepanitiaanalzaytun terkait pelaksanaan salat Idul Fitri 1444 H.
Diketahui terkait kontroversi tata cara peribadatan yang dilakukan oleh Ponpes Al-Zaytun itu sontak ramai di media sosial.
Ada yang menanggapi, salat tidak sesuai nnjuran Rasul, dan juga Ponpes Al-Zaytun dikenal tertutup.
Selain itu, banyak juga yang mempertanyakan soal Mazhab dan dalil apa yang dipakai di Al Zaytun saat menyelenggarakan Salat Id.
Dikutip dari video yang diunggah oleh akun @Al-Zaytunofficial https://youtu.be/g0BB-IxsEKU disini menjelaskan dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang sontak ramai dimedia sosial.
Pendiri sekaligus pimpinan Ponpes Al Zaytun Prof. Dr. Dr. (H.C.) Abdussalam Rasyidi Panji Gumilang, MP buka suara.
Pria usia 77 tahun ini dengan nada berseloroh mengatakan bahwa Mazhab yang digunakan di Al Zaytun adalah ‘Mazhab’ Sukarno.
“Mazhab Itu Haji Ahmad Sukarno dalam bidang pembaharuan. Jenderal Besar Soeharto dalam bidang pembangunan,” ujarnya dikutip dari kanal resmi Al Zaytun, Al Zaytun Official, pada Jumat 28 April 2023.
Pria yang kerap dipanggil Syaykh ini mengungkapkan alasan kenapa Sukarno menjadi rujukannya selama ini.
Dia bercerita awal mula berjabat tangan dengan Sukarno saat dirinya masih duduk dibangku SD atau Sekolah Rakyat pada zaman itu.
Sukarno kala itu mengunjungi Gresik guna meresmikan pabrik semen Gresik.
Panji Gumilang kecil mengagumi Sukarno.
Salah satu bentuk kekaguman Panji kepada Sukarno yakni dengan melahap habis buku-buku Sukarno seperti buku berjudul ‘Di Bawah Bendera Revolusi’.
Di buku inilah Syaykh bergumul dan berselancar serta berdialog gagasan-gagasan revolusioner Sukarno termasuk soal Islam.
Ada satu gagasan revolusioner Sukarno di buku tersebut yang disinggung oleh Panji misalnya tentang perbudakan perempuan dalam ibadah.
Panji bercerita, Sukarno adalah seorang Muhammadiyah. Suatu ketika dia memasuki sebuah Masjid yang didalamnya terdapat tirai yang membatasi saf pria dan wanita.
Sukarno pun berujar, dirinya masuk Muhammadiyah karena gagasan pembaharuan yang dianggapnya sesuai dengan kapasitas intelektualnya.
Namun, jika Muhammadiyah masih mempertahankan ‘tirai’ pembatas yang dinilainya merupakan salah satu bentuk perbudakan perempuan maka saat itu juga Sukarno mengancam akan keluar Muhammadiyah.
Belum lagi soal songkok dan cara berpakaian Sukarno (jas) yang menjadi inspirasi bagi Panji Gumilang kelak diterapkan di kampus Al Zaytun.
Pada kesempatan itu juga, Syaykh AS Panji Gumilang menyoroti soal peran MUI dan Forum Ulama Umat Islam (FUUI) yang dianggap tidak sesuai fakta dan dilandasi itikad buruk dan kebencian kepada Al Zaytun.
Menurutnya, mereka yang mengusulkan Al Zaytun diambil alih dan dikelola oleh MUI adalah Garong.