Shaf Salat Idul Fitri di Al Zaytun Tuai Kontroversial, Ini Kata Ulama NU

BERITA POLRI INVESTIGASI | Jabar, – Kontroversial bermula dari unggahan foto oleh akun Instagram @kepanitianalzaytun tentang kegiatan salat Idul Fitri di Kampus Al Zaytun, Indramayu, pada Sabtu 22 April 2023 lalu.

Di dalam foto tersebut di shaf (barisan salat) laki-laki terdapat seorang perempuan (Istri Syaykh Panji Panji Gumilang – Pemimpin Ponpes Al Zaytun).

Di situ juga terlihat jarak antara jamaah satu dengan jammah lainnya renggang seperti saat salat di masa pandemi.

Bagi sebagian warganet, ini merupakan fenomena ‘aneh’ dan dinilai tidak sesuai ajaran Islam.

Kejadian ini viral di jagad media sosial dan sempat diangkat beberapa media mainstream.

Lantas bagaimana sebenarnya hukum laki-laki dan perempuan dalam satu shaf sholat?

Berikut kutipan pendapat Ustaz M. Ali Zainal Abidin, pengajar di Pondok Pesantren Annuriyah Kaliwining Rambipuji Jember sebagaimana dikutip dari Islam.Nu.or.id.

“Sedangkan tentang keabsahan shalat (Shaf bercampur laki-laki dengan perempuan,red), mayoritas ulama berpandangan bahwa shalat berjamaah dengan shaf campur pria-wanita dalam satu baris tetap sah,” terang M Ali Zainal.

Namun lebih lanjut Ali menjelaskan bahwa Shaf bercampur laki-laki dengan perempuan dalam satu shaf secara hukum taklifi dihukumi makruh yang dapat menghilangkan fadhilah shalat jamaah.

Lebih lanjut dijelaskan, mazhab Hanafi menilai shalat berjamaah dengan formasi campur dalam satu barisan semacam itu batal untuk jamaah laki-laki, sedangkan salat yang dilakukan jamaah perempuan tetap sah.

“Mazhab Hanafiyah menegaskan bahwa sejajarnya posisi perempuan dengan barisan shaf laki-laki dapat merusak (membatalkan) shalat mereka (para laki-laki),” jelasnya.

Sementara itu, Ali menerangkan bahwa mayoritas ulama fiqih (mazhab Maliki, Syafi’i, dan Hanbali) berpendapat bahwa sejajarnya shaf perempuan dengan laki-laki tidak sampai membatalkan shalat, hanya saja hal tersebut makruh.

“Jika perempuan berdiri di shaf laki-laki maka tidak batal shalat orang yang ada di sampingnya, di belakangnya ataupun di depannya; dan juga tidak batal shalat yang dilakukan oleh dirinya, seperti halnya ketika mereka (perempuan) berdiri pada selain shalat,” jelasnya.

“Perintah dalam hadits untuk mengakhirkan shaf (perempuan) tidak menetapkan batalnya shalat ketika tidak melakukannya.” (Kementrian Wakaf dan Urusan Keislaman Kuwait, al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyah, juz 6, hal. 21).***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *