BERITA POLRI INVESTIGASI | POLRI. Polisi di negara manapun selalu berada dalam dilema, kepentingan penguasa selalu didahulukan dari perbedaan pendapat antara penguasa dan rakyat. Sistem kepolisian di suatu negara sangat dipengaruhi oleh sistem politik dan kontrol sosial yang berlaku. Berdasarkan Keputusan Pemerintah No. 11/S.D., polisi berubah status menjadi departemen tersendiri yang bertanggung jawab langsung kepada Perdana Menteri. Keputusan pemerintah ini menjadikan jabatan polisi setingkat pemerintahan dan jabatan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) setingkat menteri.
Dengan adanya SK ini, pemerintah berharap Polri dapat lebih mengembangkan dan menginisiasi hubungan vertikal hingga ke tingkat terkecil, seperti halnya dengan sub-daerah tingkat Kecamatan.
Posisi di negara manapun selalu menjadi kepentingan banyak pihak untuk tunduk patuh pada otoritas. Pada era rezim orde baru, Polri dibenamkan dalam kesatuan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) yang berada di bawah pengaruh budaya militer. Militerisasi sangat mengikat karena selama lebih dari 30 tahun polisi terbungkus oleh budaya militeristik ini. Pada tahun 1998, tuntutan rakyat sangat kuat dalam upaya membangun pemerintahan yang bersih sesuai dengan kepentingan masyarakat.
Oleh karena itu, keluarlah Ketetapan MPR No. VI Tahun 2000 yang menyatakan bahwa salah satu tuntutan Reformasi dan tantangan ke depan adalah demokrasi, sehingga perlu dilakukan reorganisasi dan restrukturisasi ABRI. Bahwa akibat penggabungan tersebut telah terjadi kerancuan dan tumpang tindih peran dan fungsi TNI sebagai kekuatan pertahanan dan POLRI sebagai kekuatan Kamtibmas. Jadi POLRI merupakan alat negara yang berperan dalam menjaga keamanan. Maka POLRI kembali ke pemerintahan Presiden setelah 32 tahun di bawah Menteri Pertahanan dan Panglima Angkatan Bersenjata, berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, menyatakan bahwa (1) POLRI adalah alat negara yang berperan berperan dalam memelihara keamanan, ketertiban, hukum dan ketertiban, serta memberikan Perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka pelestarian Kamdagri. Sebab dalam Tap MPR Bab II Nomor VII Tahun 2000 disebutkan bahwa:
(1) Polri adalah alat negara yang berperan dalam memelihara Kamtibmas, menegakkan hukum, memberikan perlindungan dan pelayanan kepada masyarakat.
(2) Dalam menjalankan perannya POLRI dituntut untuk memiliki pengalaman dan keterampilan secara profesional. Artinya, POLRI bukan lembaga/lembaga nondepartemen tetapi berada di bawah pengawasan Presiden dan Presiden adalah Kepala Negara dan bukan Kepala Pemerintahan.
Dalam menjalankan tugas dan fungsi kepolisian, perlu diatur rumusan tugas pokok dan wewenang Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Peran dan fungsi Kepolisian Negara Republik Indonesia.
1. Fungsi Kepolisian
Pasal 2 : ”Fungsi Kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan Negara di bidang pemelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, penegak hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan masyarakat”. Sedangkan Pasal 3: “(1) Pengemban fungsi Kepolisian adalah Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dibantu oleh : a. kepolisian khusus, b. pegawai negri sipil dan/atau c. bentuk-bentuk pengamanan swakarsa. (2) Pengemban fungsi Kepolisian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a,b, dan c, melaksanakan fungsi Kepolisian sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum masing-masing.
2. Tugas pokok Kepolisian
Pasal 13: Tugas Pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam UU No.2 tahun 20002 adalah sebagai berikut:
a. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat
b. Menegakkan hukum
c. Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.“ penjabaran tugas Kepolisian di jelaskan lagi apada Pasal 14 UU Kepolisian RI.
3. Kewenangan Kepolisian
Pada Pasal 15 dan 16 UU Kepolisian RI adalah perincian mengenai tugas dan wewenang Kepolisian RI, sedangkan Pasal 18 berisi tentang diskresi Kepolisian yang didasarkan kepada Kode Etik Kepolisian.
Sesuai dengan rumusan fungsi, tugas pokok, tugas dan wewenang POLRI sebagaimana diatur dalam UU No. 2 tahun 2002, maka dapat dikatakan fungsi utama kepolisian meliputi :
1. Tugas Pembinaan masyarakat (Pre-emtif)
Segala usaha dan kegiatan pembinaan masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum dan peraturan perundang-undangan. Tugas POLRI dalam bidang ini adalah Community Policing, dengan melakukan pendekatan kepada masyarakat secara sosial dan hubungan mutualisme, maka akan tercapai tujuan dari community policing tersebut. Namun, konsep dari Community Policing itu sendiri saat ini sudah bias dengan pelaksanaannya di Polres-polres. Sebenarnya seperti yang disebutkan di atas, dalam mengadakan perbandingan sistem kepolisian Negara luar, selain harus dilihat dari administrasi pemerintahannya, sistem kepolisian juga terkait dengan karakter sosial masyarakatnya.
Konsep Community Policing sudah ada sesuai dengan karakter dan budaya Indonesia (Jawa) dengan menerapkan sistem keamanan lingkungan (siskamling) di desa dan komunitas desa, secara bergantian masyarakat merasa bertanggung jawab atas keamanan tanahnya. Hal ini juga didukung dengan kegiatan para Babinkamtibmas yang setiap saat harus selalu mengawasi daerahnya untuk melakukan kegiatan khusus.
2. Tugas dibidang Preventif
Segala upaya dan kegiatan di bidang kepolisian preventif untuk memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat serta memelihara keselamatan orang, barang dan barang, termasuk memberikan perlindungan dan pertolongan, khususnya pencegahan pelanggaran hukum. Untuk melaksanakan tugas ini, diperlukan keterampilan profesional teknis khusus, seperti patroli, penjagaan, dan pemantauan.
3. Tugas dibidang Represif
Di bidang represif terdapat 2 (dua) jenis Peran dan Fungsi Kepolisian Negara Republik Indonesia yaitu represif justisiil dan non justisiil. UU No. 2 tahun 2002 memberi peran Polri untuk melakukan tindakan-tindakan represif non Justisiil terkait dengan Pasal 18 ayat 1 (1) , yaitu wewenang ” diskresi kepolisian” yang umumnya menyangkut kasus ringan.
KUHAP memberi peran Polri dalam melaksanakan tugas represif justisil dengan menggunakan azas legalitas bersama unsur Criminal Justice sistem lainnya. Tugas ini memuat substansi tentang cara penyidikan dan penyelidikan sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya. Bila terjadi tindak pidana, penyidik melakukan kegiatan berupa:
1. Mencari dan menemukan suatu peristiwa Yang dianggap sebagai tindak pidana;
2. Menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan;
3. Mencari serta mengumpulkan bukti;
4. Membuat terang tindak pidana yang terjadi;
5. Menemukan tersangka pelaku tindak pidana.
(Red)